Lompat ke isi

Batuk rejan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Batuk rejan
Seorang anak yang mengidap batuk rejan
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit menular Sunting ini di Wikidata

Batuk rejan, atau batuk seratus hari atau pertusis (bahasa Inggris: Whooping Cough), adalah penyakit bakteri yang sangat menular yang dapat dicegah dengan vaksin. Penyakit ini dimulai dengan gejala yang mirip dengan flu biasa, seperti pilek, demam, dan batuk ringan. Namun kemudian, penyakit ini berkembang menjadi batuk parah selama dua atau tiga bulan. Setelah batuk, pengidap batuk rejan dapat mengeluarkan suara "rejan" bernada tinggi atau terengah-engah saat mereka mencoba bernapas. Batuk ini bisa sangat hebat sehingga menyebabkan muntah, patah tulang rusuk, dan kelelahan. Pada bayi berusia kurang dari satu tahun, mereka mungkin tidak mengalami batuk yang kuat, tetapi dapat mengalami masa-masa di mana mereka kesulitan bernapas. Penyakit ini biasanya dimulai sekitar seminggu hingga sepuluh hari setelah terpapar. Meskipun seseorang telah divaksinasi, mereka masih dapat terkena penyakit ini, tetapi gejalanya biasanya tidak terlalu parah.[1]

Batuk rejan disebabkan oleh bakteri yang disebut Bordetella pertussis. Bakteri ini menyebar dengan mudah ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Orang dengan pertusis dapat menularkan sejak mereka mulai menunjukkan gejala hingga sekitar tiga minggu setelah batuk parah. Namun, jika mereka menerima antibiotik sebagai pengobatan, mereka menjadi tidak menular setelah lima hari. Untuk mendiagnosis pertusis, sampel dikumpulkan dari bagian belakang hidung dan tenggorokan. Sampel ini kemudian dapat diuji melalui kultur atau teknik yang disebut polymerase chain reaction (PCR). Tes-tes ini membantu memastikan keberadaan bakteri yang menyebabkan penyakit.

Cara terbaik untuk mencegah batuk rejan adalah dengan mendapatkan vaksin pertusis. Anak-anak biasanya direkomendasikan untuk memulai imunisasi antara usia enam dan delapan minggu, dan mereka harus menerima empat dosis dalam dua tahun pertama kehidupannya. Karena perlindungan dari vaksin ini berkurang seiring waktu, anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa sering disarankan untuk mendapatkan suntikan penguat. Memvaksinasi wanita hamil sangat efektif dalam melindungi bayi mereka selama bulan-bulan awal kehidupan yang rentan. Praktik ini direkomendasikan di banyak negara. Jika seseorang telah terpapar pertusis dan berisiko terkena penyakit yang parah, antibiotik dapat diberikan untuk mencegah penyakit. Jika seseorang telah menderita pertusis, antibiotik dapat bermanfaat jika dimulai dalam waktu tiga minggu setelah gejala awal, terutama pada wanita hamil dan anak-anak berusia kurang dari satu tahun. Antibiotik yang umum digunakan termasuk eritromisin, azitromisin, klaritromisin, atau trimetoprim/sulfametoksazol. Terdapat bukti yang terbatas untuk mendukung intervensi untuk meredakan batuk yang berhubungan dengan pertusis, selain menggunakan antibiotik. Pertusis dapat menjadi serius, dengan sekitar 50% anak yang terinfeksi berusia kurang dari satu tahun membutuhkan rawat inap, dan sekitar 1 dari 200 kasus mengakibatkan kematian.

Pada 2015, sekitar 16,3 juta orang di seluruh dunia terinfeksi pertusis. Sebagian besar kasus terjadi di negara berkembang, dan dapat menyerang orang dari segala usia. Pada tahun yang sama, pertusis menyebabkan 58.700 kematian, yang merupakan penurunan dari 138.000 kematian pada tahun 1990. Wabah pertusis pertama kali dideskripsikan pada abad ke-16. Bakteri yang bertanggung jawab atas infeksi ini ditemukan pada 1906. Vaksin untuk mencegah pertusis tersedia pada 1940-an.

Masa inkubasi

[sunting | sunting sumber]

Waktu yang dibutuhkan seseorang untuk menunjukkan gejala setelah terpapar pertusis adalah sekitar 7 hingga 14 hari, dengan kisaran 6 hingga 20 hari. Dalam kasus yang jarang terjadi, dibutuhkan waktu hingga 42 hari hingga gejala muncul.[2]

Biasanya dimulai dengan gejala ISPA ringan seperti batuk, bersin dan cairan hidung keluar terus menerus (pada stadium catarrhal) kemudian sesudah 1 minggu sampai 2 minggu dilanjutkan dengan batuk yg terus menerus namun diikuti masa di mana ada jeda batuk (stadium paroxysmal). Batuk ini mungkin dapat diikuti dengan adanya muntah, hal ini disebabkan rasa mual yg diderita, dan pada anak kecil di mana reflek fisiologis yg belum terbentuk secara sempurna maka akan menimbulkan muntah, hal ini tidak jarang membawa ke arah malagizi. Batuk ini dapat di picu oleh menguap, tertawa atau berteriak, dan akan berkurang sesudah 1 sampai 2 bulan. Komplikasi yg dapat mengikuti keadaan ini adalah pneumonia, encephalitis, hipertensi pada paru, dan infeksi bakterial yg mengikuti.

Penularan

[sunting | sunting sumber]

Pertusis menular melalui droplet batuk dari pasien yg terkena penyakit ini dan kemudian terhirup oleh orang sehat yg tidak mempunyai kekebalan tubuh, antibiotik dapat diberikan untuk mengurangi terjadinya infeksi bakterial yg mengikuti dan mengurangi kemungkinan memberatnya penyakit ini (sampai pada stadium catarrhal) sesudah stadium catarrhal antibiotik tetap diberikan untuk mengurangi penyebaran penyakit ini, antibiotik juga diberikan pada orang yg kontak dengan penderita, diharapkan dengan pemberian seperti ini akan mengurangi terjadinya penularan pada orang sehat tersebut.

Pengobatan

[sunting | sunting sumber]

Jika penyakitnya berat, penderita biasanya dirawat di rumah sakit. Mereka ditempatkan di dalam kamar yang tenang dan tidak terlalu terang. Keributan bisa merangsang serangan batuk. Bisa dilakukan pengisapan lendir dari tenggorokan. Pada kasus yang berat, oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang dimasukkan ke trakea. Untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah dan karena bayi biasanya tidak dapat makan akibat batuk, maka diberikan cairan melalui infus. Gizi yang baik sangat penting, dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Untuk membasmi bakteri, biasanya diberikan antibiotik eritromycin.

Prognosis

[sunting | sunting sumber]

Sebagian besar penderita mengalami pemulihan total, meskipun berlangsung lambat. Sekitar 1-2% anak yang berusia dibawah 1 tahun meninggal. Kematian terjadi karena berkurangnya oksigen ke otak (ensefalopati anoksia) dan bronkopneumonia.

Pencegahan

[sunting | sunting sumber]

Imunisasi pada usia 2, 4, 6, dan 18 bulan dan 4-6 tahun. Diharapkan kemungkinan terkenanya pertusis akan makin rendah dengan diberikan nya imunisasi, dan gejala penyakit pun tidak akan seberat kalau tanpa diberikannya imunisasi.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]


  1. ^ "Pertussis Causes and How It Spreads | CDC". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). 2023-10-11. Diakses tanggal 2024-01-22. 
  2. ^ "Pertussis (whooping cough)". New York State Department of Health. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 July 2013. Diakses tanggal 8 June 2013.